Liga Champions edisi 2013/14 telah rampung akhir pekan lalu dengan Real Madrid akhirnya memenuhi impian La Decima usai mengempaskan Atletico Madrid 4-1 via extra time dalam final historis -- pertama kalinya mempertemukan dua tim sekota -- di Estadio da Luz, Lisbon.
Menyusul pencapaian ini, berbekal amunisi kelas wahid berisikan pemain-pemain dengan skill dan kekuatan fisik prima, plus pelatih spesialis Liga Champions, Carlo Ancelotti, pantas disimak upaya Los Blancos untuk membangun hegemoni sekaligus semakin mengokohkan status sebagai tim paling dominan di ajang nomor satu antarklub Eropa ini.
Namun sepak-terjang sang kampiun bertahan tentu bukan daya tarik tunggal kompetisi. Terlepas dari kiprah Madrid, di bawah ini Goal merangkum lima hal yang patut dinantikan pada Liga Champions musim mendatang!
REAKSI MESSI |
Bicara statistik, Lionel Messi kembali menjalani musim hebat. Torehan 41 gol dari 46 penampilan di semua ajang adalah impian bagi kebanyakan striker.
Dalam perburuan trofi Sepatu Emas Eropa, cuma Luis Suarez milik Liverpool serta sang megabintang Real Madrid, Cristiano Ronaldo, yang punya koleksi gol liga melebihi Messi pada 2013/14, dan kapten timnas Argentina itu hampir pasti bakal masuk papan skor lebih sering kalau tak terganggu cedera yang membuatnya absen selama total tiga bulan.
Namun, dalam sepakbola, statistik hanya mengisahkan sebagian cerita dan tak bisa dimungkiri bahwa level performa Messi terbilang anjlok. Meski ia membukukan hat-trick (dua gol di antaranya dari penalti) dalam kemenangan 4-3 atas Madrid dalam El Clasico di Santiago Bernabeu pada Maret, Messi gagal menunjukkan maginya di terlalu banyak laga -- mayoritasnya bigmatch.
Dalam enam pertemuan melawan Atletico Madrid musim ini, pemain yang akan berulang tahun ke-27 bulan depan ini tak sekali pun mengoyak jala lawan.
Saat Barcelona amat membutuhkannya -- di pekan pamungkas liga nan menentukan di Camp Nou, di final Copa del Rey dan perempat-final Liga Champions -- Messi seolah menghilang.
Tak ada akselerasi khas yang biasa membuat Messi tak tersentuh setiap kali dia merangsek menuju gawang lawan. Tak tampak pula hasrat dan fokusnya untuk menjadi yang terbaik. "Dia telah kehilangan gairah untuk sepakbola", kata Angel Cappa, eks asisten pelatih Barca asal Argentina, awal tahun ini; sebuah opini yang didukung oleh fakta bahwa Messi hanya mencatat jarak tempuh 6,8 km ketika The Catalans takluk di Vicente Calderon dan tereliminasi dari Liga Champions pada April.
Piala Dunia di Brasil bulan depan mungkin akan menjadi ajang pembuktian untuk Messi -- tapi yang jelas performa di Liga Champions musim mendatang bakal memberikan jawaban pasti apakah kita telah melihat sisi terbaik seorang Lionel Messi..
GUARDIOLA DILARANG GAGAL LAGI |
Seperti halnya Messi, fakta bahwa Pep Guardiola menerima kritikan deras musim ini boleh jadi mencengangkan untuk banyak pihak. Pria Catalan ini memimpin Bayern Munich mencaplok trofi ganda di ajang domestik, termasuk menyabet titel Bundesliga dengan rekor tercepat, dan total memenangi empat trofi pada 2013/14. Tidak buruk untuk musim debutnya di Allianz Arena, 'kan?
Salah.
Dengan rendahnya tingkat persaingan di Bundesliga (salah satunya diakibatkan badai cedera yang menimpa Borussia Dortmund sebagia kompetitor utama), dan kekuatan amunisi serta sumber daya yang diwarisinya dari Jupp Heynckes -- termasuk salah satu skuat terbaik di Eropa -- rapor Guardiola akan selalu dinilai dari kinerjanya di Liga Champions.
Kekalahan memalukan di semi-final dengan skor agregat 5-0 di tangan Real Madrid menelanjangi segala kesalahan yang dibuat Guardiola sejak mengambil alih tongkat kemudi The Bavarians. Alih-alih beradaptasi dengan pemain-pemain yang pas untuk permainan berintensitas tinggi, seperti yang dijanjikannya saat pertama kali diperkenalkan, Pep bersikeras mencoba menanamkan filosofi tiki-taka khasnya ke dalam grup yang tidak menguasai atribut untuk melakukannya.
"Anda tak bisa membuat mereka bermain ala Catalan di sini. Ada terlalu banyak perubahan. Kapal mulai keluar jalur," demikian komplain legenda Bayern, Lothar Matthaus.
Ketika sistem yang terobsesi pada penguasaan bola ini dapat disterilkan lawan, terlihat jelas bahwa Bayern kesulitan mengatasi perlawanan tim Manchester United yang tengah dalam krisis di perempat-final, tapi Guardiola tetap menolak beradaptasi. Dia juga tak belajar dari kesalahan ketika hanya beberapa hari sebelum dibantai Madrid 4-0 di kandang, garis pertahanannya yang sangat tinggi dua kali diekspos oleh tim semenjana Werder Bremen di Bundesliga.
Dalam 13 duel kontra lawan yang dikategorikan klub besar, Bayern pimpinan Pep hanya mengemas empat kemenangan dalam waktu normal. Angka ini mesti diperbaiki musim depan bila Guardiola hendak membungkam kritik yang menyatakan ia telah merusak sebuah winning machine. Hanya kejayaan di Liga Champions yang memadai untuk itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar